Rabu, 16 Juni 2010

Nominasi Lomba Penulisan Essai Pesta Anak Rantau 2010 yang diselenggarakan IKAMI (Ikatan Keluarga Mahasiswa/Pelajar) Sulsel Cabang Malang 

STATUS PERANTAUAN

Sebagai mahasiswa rantau, yang menjadi kebanggaan keluarga dan masyarakat di rumah. Sebaiknya, ketika mengarungi dunia perantauan harus penuh tekad dan keinginan yang kuat mendapat ilmu bermanfaat untuk masyarakat kelak. Setali tiga uang, masyarakat mengukur warganya yang merantau dengan materi. Kesuksesan mendapat pekerjaan adalah tolak ukur bagi mahasiswa yang merantau. Jika tidak demikian, maka mahasiswa itu divonis gagal merantau.

Tidak mengherankan jika masih ada mahasiswa yang malu-malu pulang ke tanah kelahiran bila dihadapkan dengan kenyataan bahwa dirinya belum memperoleh apa yang diharapkan masyarakat. Lalu mahasiswa itu memilih bermukim lama-lama di tanah perantauan demi menghindari kejaran pertanyaan tentang dirinya yang masih pengangguran.

Yang paling sering dipertanyakan dengan mahasiswa rantau sewaktu pulang adalah apa di sana tidak ada yang memberimu pekerjaan? Kenapa engkau tidak mencari lowongan pekerjaan? Apa tidak malu dengan laki-laki lain yang lulusan SMA?

Tekanan (pressure) hebat kepada mahasiswa rantau patut diperhatikan. Masyarakat sering meletakkan mahasiswa perantau menjadi bahan obrolan, bahkan nge-gosip berjamaah karena mahasiswa perantauan tidak mampu membawa prestasi cemerlang seperti yang diharapkan. Belum lagi, tetangga lainnya menanyakan perihal keberadaan dirinya sampai kapan di perantauan.

Di desa saya pun demikian, anak laki-laki yang menimba ilmu ke kota lain dan ketika pulang akan selalu ditanya berbagai macam persoalan. Mayoritas masyarakat di desa saya menganggap kalau anak laki-laki yang merantau tidak lain menuntut ilmu dan bekerja. Nah, di samping itu, mereka anggap anak laki-laki yang pulang kembali ke tanah kelahiran akan membawa harta dan segala hal yang tidak pernah dimiliki oleh masyarakat. Pola pikir itu melekat di pikiran masyarakat di desa saya sampai kapanpun.

Di pikiran masyarakat sudah jelas, jika kemudian anak laki-laki itu kaya raya dan sukses di perantauan akan diibaratkan sebagai pahlawan pemberi kesejahteraan kepada tetangga, masyarakat terkena dampak cahaya kebahagiaan. Sebaliknya, anak laki-laki di perantauan yang tidak berubah nasibnya menjadi musuh dan dikucilkan dari kehidupan.

Kenapa Harus Merantau?

Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang Luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Di surat An-Nisaa, Allah swt telah memuliakan hamba-Nya yang merantau (hijrah). Setiap hamba Allah di muka dunia harus merantau melakukan pencarian rezeki di jalan Allah dan Rasul-Nya. Dengan itu, pahala di sisi Allah akan selalu ada pada mereka yang merantau. Dahsyatnya merantau sampai Allah berfirman di kitab suci al-qur’an al karim. Di samping itu, pemaknaan merantau sejatinya didekatkan dengan dunia kerohanian untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Sebab, persepsi keliru masyarakat terhadap anak laki-laki yang merantau sudah kian terus terjadi sepanjang kehidupan. Diyakini penyebabnya di antaranya adalah faktor sikap praduga masyarakat yang berlebihan dan diyakini masih mengikat pada tradisi leluhur nenek moyang. Sikap praduga itu sebenarnya positif. Namun kecenderungan menyuarakan keburukan dari para perantau yang menjadikan sikap praduga tersebut seperti ghibah dan berdampak negatif.

Maka perlu ada pemahaman yang menyeluruh kepada masyarakat. Tidak semua yang merantau akan kaya dan tidak semua yang kaya dari merantau. Kaya-miskin bukan ujung dari perantauan. Melainkan perantauan dikaitkan dengan makna hijrah yang eksklusif.

Arti Sebuah Perjalanan

Jika ada kalimat terindah yang patut diucapkan maka itulah pemaknaan yang sebenarnya pada arti sebuah perjalanan. Perjalanan seorang anak laki-laki yang merantau lalu mendapat kebahagiaan jasmani rohani. Akhirnya memiliki percaya diri (confidence)untuk menapak tilasi kehidupan selanjutnya.

Oleh karena itu, ada beberapa cara untuk status para perantau agar bisa dirindukan oleh masyarakatnya. Pertama, bersosialisasi sebelum berangkat. Mungkin jauh lebih utama (afdhal) ketika kita hendak meninggalkan tanah kelahiran sebaiknya meminta restu dan doa kepada masyarakat sekitar agar senantiasa diberi keselamatan di perantauan.

Kedua, niatkan untuk beribadah. Setiap perjalanan yang diniatkan untuk ibadah kepada Allah merupakan hal yang barakah. Dan perjalanan tersebut akan mendatangkan perlindungan dari Allah.

Ketiga, tetap ingat tanah kelahiran. Walaupun nun jauh di perantauan, kita harus mengingat tanah kelahiran agar tidak takabbur dan sombong ketika nanti harus kembali ke tanah kelahiran.

Dengan cara di atas, masyarakat akan memaknai status perantauan menjadi rindu yang terlahir dari lubuk hati. Rindu yang tak pernah lekang kepada anak laki-laki di perantauan ini.

Malang, 2010

sumber dari ; http://catatan-perantau.blogspot.com/2010/04/pengumuman-pemenang-kompetisi-essay_30.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar